Kamis, 24 Januari 2013

Aqidah Islam




AQIDAH ISLAM

MAKALAH
“Diajukan untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam”
Kelompok VI
Disusun oleh :
Ainun Selvi Sudrajat
Cici Adetia                                              
Nida Romadhona            
Tri Mulyanto        





PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

 


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “AQIDAH ISLAM”. Adapun makalah ini penulis ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang merupakan penerapan pengajaran Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang ada di Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis dapat mendapat bantuan dan dorongan baik material maupun spiritual dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1.   Kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada kami dalam menyusun makalah ini.
2.   Ayah dan Bunda tercinta, yang dengan ikhlas memberikan segenap perhatian, doa dan kasih sayangnya kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
3.   Bapak Komarudin, Drs, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis sehingga terwujudnya sebuah makalah ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan anugrah-Nya kepada kita semua. Amiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang dapat membangun dari semua pihak demi perbaikan pada makalah ini.
Penulis berharap, makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Tak lupa pula penulis berharap agar makalah ini bermanfaat dalam dunia pengetahuan.
                                                                                    Cirebon, 30 November 2012



                                                                                               Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ........ i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I.  PENDAHULUAN............................................................................ 1
A.    Latar Belakang............................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.     Tujuan................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................... 4
A.    Kajian Teoritik...................................................................................... 4
B.      Analisis................................................................................................ 6
1.  Arti, ruang lingkup, fungsi, peran dan tingkatan aqidah................. 6
2.  Keesaan Allah dan Iman terhadapNya............................................ 15
3.  Malaikat dan makhluk ghaib lainnya............................................... 16
4.  Al-Qur’an dan kitab suci lainnya..................................................... 17
5.  Tugas nabi dan rasul dan peranan Nabi Muhammad saw................ 19
6.  Hukum alam dan hari kiamat serta pertanggungjawaban manusia.. didepan Allah           20
7.  Makna qadha dan qadhar................................................................. 21
8.  Manfaat beriman.............................................................................. 23
9.  Hubungan iman kepada Allah dan rosul dengan syahadat.............. 24
BAB III.  PENUTUP....................................................................................... 27
A.    Kesimpulan........................................................................................... 27
B.     Saran..................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 28



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Islam secara teologis merupakan rahmat bagi manusia dan alam semesta. Letak kerahmatannya terletak pada kesempurnaan islam itu sendiri. Aqidah diletakkan sangat penting dalam ajaran islam. Seumpama islam diumpamakan pohon, maka aqidah adalah akarnya, dan pohon tanpa akar tentu akan tumbang.
Ajaran Islam sebagaimana dikemukakan maulana Muhammad Ali, dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu teori atau lazim disebut rukun iman, dan bagian praktik yang mencakup segala yang harus dijadikan pedoman hidup bagian pertamadisebut aqidah, artinya kepercayaan yang kokoh, ataupun yang kedua disebut hukum atau syari’ah.
Kewajiban bagi seseorang untuk bisa diakui sebagai seorang muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat: “Ashad alla ilaha illallah, wa ashadu anna muhammadur rosulullah.” Pengetahuan tersebut merupakan tauhid dan itu bagian dari aqidah. Untuk lebih jelasnya permasalahan aqidah secara global akan kami bahas dalam makalah ini.



B.       Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
     1.  Arti, ruang lingkup, fungsi, peran dan tingkatan aqidah
     2.  Keesaan Allah dan Iman terhadapNya
     3.  Malaikat dan makhluk ghaib lainnya
     4.  Al-Qur’an dan kitab suci lainnya
     5.  Tugas nabi dan rasul dan peranan Nabi Muhammad saw
6. Hukum alam dan hari kiamat serta pertanggungjawaban manusia......... didepan Allah
     7.  Makna qadha dan qadhar
     8.  Manfaat beriman
9.    Hubungan iman kepada Allah dan rosul dengan syahadat
C.   Tujuan
      Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :
1)   Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2)   Dapat menjelaskan pengertian aqidah
3)   Mengetahui fungsi dan peran aqidah
4)   Mengetahui tingkatan aqidah
5)   Memahami tentang keesaan Allah
6)   Dapat mempelajari tentang malaikat dan makhluk ghaib lainnya
7)   Mempelajari Al-Qur’an dan kitab suci lainnya
8)   Dapat menyebutkan tuga rasul dan Muhammad
9)   Memahami tentang hukum alam dan hari kiamat
10)    Dapat menjelaskan iman kepada Allah dan rasul dalam syahadat













BAB II
PEMBAHASAN

A.   Kajian Teoritik
2.1    Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
·      Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
·      "Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
·      Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
·      Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.

2.2 Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
·      Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
·      Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

2.2.1  Aqidah Islamiyyah:
·      Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah SAW.
·      Jika disebutkan secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.

2.2.2 Nama lain Aqidah Islamiyyah:
·      Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman.
·      Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.
·      Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 33-35.

B.  Analisis
2.3 Pengertian Aqidah
2.3.1AqidahSecaraEtimologi
·      Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenaran terhadap sesuatu.
·      Aqidah berasal dari kata “aqada” artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga bersambung. Aqad berarti pula janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian.
·                     Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat.

2.3.2 Aqidah secara terminology
1. Menurut Hasan Al Bana :

العقا عد هي الامور الّتي يجب أن يصدّق بها قلبك وتطمئنّ اليها نفسك وتكون يقينا عندك لا يما زجه ريب ولا يخا لطه شكّ
aqa’id ( bentuk jamak dari aqidah ) artinya beberapa perkara yang wajib diyakini oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu- raguan.
2. Abu Bakar Jabir al Jazairy mengatakan

العقيدة هي مجموعة من قضا يا الحقّ البدهيّة المسلّمة بالعقل والسمع والفطرة يعقد عليها الانسان قلبها ويثنّي عليها صدره جازما بصحّتها قا طعا بوجودها وثبوتها لا يرى خلافها أنّه يصحّ أن يكون أبدا
aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarakan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapatlah ditarik beberapa butir kesimpulan berikut:
a). Setiap manusia memiliki fitrah tentang adanya Tuhan yang didukung oleh hidayah Allah berupa indera, akal, agama (wahyu), dan taufiqiyah, (sintesis antara kehendak Allah dengan kehendak manusia). Oleh karena itu, manusia yang ingin mengenal Tuhan secara baik harus mampu mengfungsikan hidayah- hidayah tersebut.
b). Keyakinan sebagai sumber utama aqidah itu tidak boleh bercampur dengan keraguan.
c). Aqidah yang kuat akan melahirkan ketentraman jiwa.
d). Tingkat aqidah seseorang tergantung pada tingkat pemahamannya terhadap ayat- ayat qauliyah dan kauniyah.

Ruang Lingkup Aqidah
Hasan al- Bana menujukan empat bidang yang berkaitan dengan lingkup pembahasan mengenai aqidah, yaitu:
• Ilahiyyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Illah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, asma Allah, sifat- sifat yang wajib ada pada Allah, dan lain- lain.
• Nubuwiyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan rosul- rosul Allah, termasuk kitab suci, mu’jizat dan lain- lain.
• Ruhaniyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam roh atau metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain- lain.
• Sam’iyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang hamya bias diketahui melalui sam’I (dalil naqli: Al-Qur’an dan Assunnah) seperti urge neraka, alam barzakh, akhirat, kiamat, dan lain- lain.
Beberapa Ulama’ juga menunjukkan lingkup pembahasan mengenai aqidah dengan arkanul iman (rukun iman) berupa:
1) Iman Kepada Allah
Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan surga, tetapi hal itu berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana Tuhan itu. Karena itu, dalam aqidah Islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan memberitahukan sifat-sifat-Nya kepada manusia melalui firman-Nya yang disampaikan kepada utusan-Nya. Karena itu, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah. Implikasi dari aqidah tersebut adalah :
• Penyerahan secara total kepada Allah dengan meniadakan sama sekali kekuatan dan kekuasan diluar Allah yang dapat mendominasi dirinya.
• Menjadikan orang memiliki keberanian untuk berbuat, karena tidak ada baginya yang ditakuti selain melanggar perintah Allah.
• Menimbulkan rasa optimis. Karena keyakinan tauhid menjamin hal yang terbaik yang akan dicapainya secara ruhaniyah.
2) Iman kepada Malaikat
Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk gaib yang melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Allah. Ia diciptakan Allah dari cahaya.
Seorang muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping manusia, jin, dan iblis. Karena itu, iman kepada malaikat melahirkan sikap hati-hati, optimis, dan dinamis, tidak mudah putus asa atau kecewa . demikian pula apabila orang meyakini adanya iblis atau setan, maka ia akan senantiasa waspada untuk tidak terjerat kepada godaan yang dapat menyesatkannya.
3) Iman kepada Kitab Allah
Allah menurunkan wahyu-Nya kepada manusia melalui Rasulnya yang tertulis dalam kitab-kitab-Nya. Kitab-kitab Allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan, dan hukum-hukum dari Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia di dunia agar hidup manusia teratur, tentram serta bahagia.
“(2).Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.(3).Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.(4).Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An Najm: 2,3 &4)
“ Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya).  (Q.S. Az Zumar: 2)
4) Iman kepada Para Rasul
Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang diantaranya sebagai kuputusan-Nya. Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala sesuatu yang diberikan dari Allah. Bukti kerasulannya adalah mukjizat dan kitab Allah yang tidak tertandingi mutunya. Melalui Rasul manusia dapat mengetahui segala sesuatu tentang Allah, seolah-olah manusia berhubungan langsung dengan Allah.
Allah mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, Muhammad Saw. Beriman kepada para rasul merupakan tuntutan iman kepada Allah.
“ Dan barangsiapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. An Nisaa’: 69)
5) Iman kepada Hari Kiamat
Alam ciptaan Tuhan terikat oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkan-Nya (sunatullah). Sunatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak, hilang, dan berakhir.
Beriman kepada Hari Kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu melahirkan dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini, semua perbuatan akan dihitung.
“ Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepadamu kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Q.S. Al A’raf: 59)
6) Iman kepada Qadha dan Qadar
Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, kadar atau ukuran. Semua makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan Allah menuntun kepada yang seharusnya.
Beriman kepada takdir melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa dan putus asa sebab yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir Allah. Sesuatu yang buruk menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah. Sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak selalu baik pula menurut Allah.
 Oleh karena itu, dalam kegiatan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan.

Fungsi dan Peranan Aqidah
Aqidah tauhid sebagai kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi seorang muslim. Keyakinan yang mendasar itu menopang seluruh perilaku, membentuk corak dan warna kehidupannya dengan hubungannya dengan makhluk lain dan hubungan dengan Tuhan. Aqidah yang tertanam dalam jiwa seorang muslim akan senantiasa menghadirkan Allah. Dalam pengawasan Allah semata-mata, karena itu perilaku- perilaku yang tidak dikehendaki Allah akan selalu dihindarkannya. Fungsi dan peranan aqidah dalam kehidupan manusia antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir, sejak lahir manusia telah memiliki potensi keberagamaan (fitrah). Aqidah islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia tersebut, menuntun dan mengarahkan manusia pada keyakinan yang benar tentang Allah.
b) Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa. Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong manusia untuk terus mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan rohaninya dapat terpenuhi.
c) Memberikan pedoman hidup yang pasti. Aqidah memberikan pengetahuan asal dan tujuan hidup manusia sehingga kehidupan manusia akan lebih jelas dan akan lebih bermakna. Aqidah islam juga sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim menjadi lebih baik.
Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Al Maududi menyebutkan pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut:
1) Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik
2) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu akan harga diri
3) Membentuk manusia jujur dan adil
4) Menghilangkan sifat murung dan putus asa
5) Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme
6) Menciptakan hidup damai dan ridha.
7) Membentuk manusia menjadi taat, patuh dan disiplin menjalankan perintah dan larangan Allah.

Tingkat- tingkatanan Aqidah
Aqidah atau iman yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan oleh orang lain. Ia memiliki tingkatan-tingkatan tertentu bergantung pada upaya orang itu. Iman pada dasarnya berkembang, ia bisa tumbuh subur atau sebaliknya. Iman yang tidak terpelihara akan berkurang, mengecil atau hilang sama sekali.
Tingkatan aqidah tersebut adalah:
a. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa dipikirkan.
b. Yakin, yaitu keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dan dalil yang diperolehnya. Hal ini, memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.
c. ‘Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang urge. Ia tidak mungkin terkecoh oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.
d. Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah, dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.
Pada semua tingkatan aqidah di atas peranan akal begitu dominan. Hal ini tidak berarti hanya akal satu- satunya.
Keseluruhan aqidah islam, sebagaimana juga halnya dalam semua hukum dalam syari’ah, pada dasarnya ditetapkan dan diatur oleh kitab Allah dan sunnah Rasul, dimana keduanya memberikan kedudukan yang sangat penting bagi akal fikiran dalam menerima dan mengokohkan aqidah. Keduanya memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai sasaran perintah, sebagai tempat bergantungnya pertanggungjawaban dan menganjurkan agar mengfungsikan sebaik- baiknya.

Keesaan Allah
Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan alam ini tetapi hal itu berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana Tuhan itu. Karena itu, dalam aqidah islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan memberitahukan sifat-sifat- Nya kepada manusia melalui firman-Nya yang disampaikan kepada utusan-Nya.karena itu, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah.
Beriman kepada allah merupakan hal yang paling pokok dan mendasar, merupakan dasar bagi keimanan selanjutnya. Jika seseorang beriman kepada allah, maka apa saja yang urge dari allah akan diterimanya tanpa reserve. Iman kepada allah serta iman kepada sifat-sifat-Nya akan menandai perilaku seorang muslim. Keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika seseorang telah beriman bahwa allah itu ada, maha melihat dan maha mendengar, maka perilaku orang itu akan lahir sikap hati-hati dan waspada. Ia tidak akan merasa sendirian, sekalipun tidak ada orang lain disekitarnya, sebab ia yakin bahwa allah itu ada. Ia bisa sembunyi dari manusia, tetapi tidak bisa menghindar dari allah. Karena itu, selama iman itu melekat dalam dirinya, tidak mungkin ia dapat  berbuat yang tidak sesuai dengan perintah Allah. Karena itu, tidak salah kalau ulama mengatakan bahwa seseorang berbuat dosa pada saat imannya tidak ada. Perbuatan baik dan buruk yang dilakukan seseorang bergantung kepada imannya.

Malaikat dan Makhluk Ghaib Lainnya
Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk ghaib yang melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Allah. Ia diciptakan Allah dari cahaya.
Seorang muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping manusia, jin, dan iblis. Keyakinan kepada malaikat dan makhluk ghaib lainnya di dasarkan pada firman Allah. Keyakinan tersebut bukan hanya mengetahui nama dan tugasnya, melainkan melahirkan dampaknya pada perilaku. Jika kita meyakini adanya malaikat yang senantiasa mencatat kebaikan dan keburukan manusia setiap saat, yaitu Rakib dan Atid,  ia akan selalu berhati hati.
Segala perbuatannya akan dicatat dan diminta pertanggungjawabannya pada saat nanti. Ia tidak akan pernah putus asa, segala usahanya tidak lepas begitu saja, sekalipun hasilnya di dunia tidak dapat dirasakan tetatpi di akhirat ia terima. Ia selalu bergerak terus berusaha, sebab hidup adalah proses dan setiap proses di catat oleh malaikat tanpa ada yang terlewati. Karena itu, iman kepada malaikat melahirkan sikap hati-hati, optimis, dan dinamis, tidak mudah putus asa atau kecewa. Demikian pula apa bila orang meyakini adanya iblis  atau syetan, maka ia akan senantiasa waspada untuk tidak terjerat kepada godaan yang menyesatkannnya.



Al-Quran dan Kitab Suci Lainya
Allah menurunkan wahyunya kepada manusia melalui Rasulnya yang tertulis dalam kitab-kitabnya. Kitab-kitab allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan, dan hukum-hukum Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah menjadi pedoman hidup manusia di dunia agar hidup manusia teratur, tentram serta bahagia.
Kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada manusia telah disesuaikan dengan tingkat perkembangan kebudayaan manusia. Kitab-kitab terdahulu seperti zabur, taurat, dan injil diturunkan Allah untuk kelompok masyarakat dan bangsa tertentu, sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia pada saat itu. Aturan-aturan dalam kitab-kitab allah itu dikemukakan dalam ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecerdasan.
Dari segi isi terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan yang ada pada kitab-kitab itu terletak pada aspek akidah,  yaitu tauhid atau mengesakan Allah. Aspek-aspek hukum atau syariat mengalami perkembangan dari satu kitab ke kitab yang lainnya.
Dalam hal aqidah secara prinsipil sama, tetapi diungkapkan dalam pemaparan bahasa yang berbeda. Dalam alquran, pemaparan prinsip tauhid diperkaya dengan berbagai penjelasan dan bukti yang memberikan argumentasi yang jelas dan tepat, karena umat Nabi Muhammad telah mampu mengembangkan nalar dan argumentasi. Pada Nabi-nabi terdahulu tidak demikian, karena tingkat perkembangan pemikirannya belum membutuhkannya.
Demikian pula dalam persoalan hukum, pada Alquran aturan-aturan Allah dikemukakan secara luas dan jelas.
Kitab-kitab Allah sebelumnya telah hilang atau sekalipun dianggap ada telah mengalami perubahan karena perkembangan waktu dan interverensi pikiran manusia ke dalamnya. Oleh karena itu, Allah menurunkan Alquran untuk meluruskan kesalahan tersebut dan menghapus kelaiakan kitab-kitab sebelumnya dan menggantikannya dengan Alquran. Kitab-kitab terdahulu hanya diimani adanya, tetapi keterpakaiannya sudah berakhir sejak Alquran turun. Sebagaimana firman Allah: Pada hari ini aku sempurnakan untukmu  agamamu, dan aku sempurnakan untukmu nikmatku, dan aku meridhai islam sebagai agamamu. (QS.Al-Maidah, 5:3)
Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan kebenaran jalan yang ditempuhnya. Jalan yang harus ditempuh manusia telah diberi tahukan Allah dalam kitab suci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan yang akan ditempuhnya setelah kehidupan ini berakhir, dengan pemberitahuan kitab suci, manusia dapat mengatur hidupnya menyesuaikan dnegan rencana Allah sehingga memiliki harapan masa depan yang jelas. Itulah sebagaian dari inplementasi iman kepada kitab allah yang membentuk perilaku manusia dalam kehidupanya didunia.



Tugas Rasul dan Peranan Nabi Muhammad
Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang diantaranya sebagai utusannya, Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan  segala Sesutu yang datang dari Allah. Bukti kerasulannya adalah mukzijat dan kitab Allah yang tidak tertandingi mutunya. Melalui rasul manusia dapat mengetahui segala Sesuatu tentang Allah, seolah-olah manusia berhubungan langsung dengan Allah.
Allah mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, Nabi Muhammad Saw. Beriman kepada para rasul merupakan tuntunan iman kepada Allah.
Disamping itu, iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul, manusia dapat melihat contoh perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah. Pada saat Rasulullah tidak ada lagi, perilaku tersebut dapat diketahui melalui hadist-hadistnya.
Beriman kepada Rasul merupakan prasyarat adanya keimanan terhadap kebenaran ajaran yang dibawanya. Oleh karena itu antara iman kepada Allah dan iman kepada Rasul tidak bisa dipisahkan sehingga dalam ajaran islam syahadatain menjadi pintu masuk dan syarat seorang muslim.  


Hukum Alam dan Hari Kiamat serta Pertanggungjawaban Manusia di depan Allah
Alam ciptaan tuhan oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkannya (sunatullah). Sunnatullah yang  ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak, hilang dan berakhir.
Sesuai dengan hukum tersebut dan dikuatkan dengan pemberitaan dari Allah bahwa dunia akan berakhir pada suatu saat yang disebut hari akhir atau hari kiamat. Pada hari itu alam akan mengalami kehancuran total karena bagaimanapun sesuatu yang dibuat akan mengalami kemusnahan.
Hari kiamat merupakan rencana Allah yang pasti akan datang pada saatnya, sifat-sifat kiamat digambarkan Allah dalam Alquran bahwa pada hari itu seluruh alam akan dihancurkan, manusia akan digiring kehadapan pengadilan Allah Yang Maha Adil, semua akan diperiksa menurut amal perbuatannya masing-masing. Disini tidak ada yang sembunyi dan tidak ada yang disembunyikan. Semua orang mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing tanpa ada yang terlewatkan. Disini tidak ada yang dapat menolong, kecuali amal saleh yang pernah dilakukannya selama hidup didunia.
Beriman kepada hari kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu akan melahirkan dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia hidup ini, semua perbuatan akan dihitun. Oleh karena itu, setiap detik diupayakan untuk memiliki makna yang baik yang akan ditemui di hari Kiamat kelak. Didunia ketidakadilan bisa terjadi dan bisa ditutupi, tetapi tidak demikian pada pengadilan Allah. Seorang muslim tidak akan putus asa atau kecewa apabila ketidakadilan menimpa dirinya sebab ia meyakini adanya pengadilan yang maha adil.
Seorang muslim tidak akan prustasi karena satu kegagalan. Setiap usaha yang dilakukannya bermakna ganda, yaitu kesuksesaan material yang dapat dinikmati didunia dan kesuksesan di akhirat. Karena itu,  jika hasil usaha tidak bisa dinikmati didunia ia memiliki harapan untuk menikmatinya diakhirat. Dengan demikian iman kepada hari kiamat melahirkan jiwa yang hati-hati, melakukan perbuatan bermuatan ganda, yaitu untuk khidupan dunia dan sekaligus akhirat. Ia akan hidup optimis menatap masa depan dan mengisi hari-harinya dengan beramal saleh sehingga hidupnya dinamis. Ia akan terhindar dari sikap malas, dan suka melamun atau mengkhayal. Ia akan terus berproses sehingga hidupnya betul-betul bermakna.

Makna Qadha dan Qadar
Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, member kadar atau ukuran. Semua makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan Allah menuntun kearah yang seharusnya.
Pada alam, takdir disamakan dengan istilah sunnatullah. Bagi manusia tidak sepenuhnya istilah ini sesuai dengan yang dimaksud dengan takdir.
Manusia mempunyai kemampuan yang terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah kepadanya, misalnya ia tidak bisa terbang.
Hal ini, merupakan ukuran atau batas kemampuan yang diberikan Allah kepadanya. Ia tidak bisa melampauinya kecuali jika menggunakan akalnya, menciptakan alat, hanya akalnya pun terbatas. Di sisi lain, manusia dibawah hukum-hukum Allah. Segala yang dilakukan tidak terlepas dari hukum yang telah mempunyai kadar dan akar tertentu. Hanya karena hukum-hukum sangat banyak, dan manusia dapat memilih, maka manusia memilih diantara takdir yang ditetapkan Allah terhadap alam.
Allah menetapkan sesuatu malapetaka berdasarkan hukum-hukumnya dan manusia dapat memilih untuk menghindari. Apabila ia tidak menghindari akibat yang menimpanya itu adalah takdir dan apabila ia menghindar dan luput dari malapetaka itu, maka itu pun dikatakan takdir. Manusia dianugrahi Allah kemampuan untuk memilih. Kemampuan ini pun merupakan takdir yang dianugrahkan Allah kepada manusia.
Jadi jelaslah, takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan nasibnya sendiri, sambil memohon bantuan Allah. Allah Maha Kuasa untuk menentukan apa yang dikehendakinya.
Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa atau putus asa sebab yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir Allah. Sesungguhnya Allah akan selalu memberikan yang terbaik sesuai dengan sifatnya Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Jika terjadi suatu musibah, maka kita harus bersabar. Sesuatu yang buruk menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah. Sangat mungkin untuk kebaikan kita di masa depan, kita diberikan cobaan. Sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak selalu baik pula menurut Allah. Oleh karena itu, dalam kaitan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan.
Rukun iman yang telah disebutkan diatas, pada dasarnya suatu kesatuan yang sistemik. Informasi tentang Allah dapat diketahui melalui pemberitaan yang disampaikan melalui perantaraan malaikat yang terkumpul dalam kitab Allah dan disampaikan kepada Rasulullah. Berisi tuntunan untuk dapat mencapai kebahagiaan abadi yang dimulai dengan hari kiamat. Semua itu merupakan ketentuan dari Allah yang tak bisa dielakan lagi.

Manfaat Beriman
Orang–orang yang beriman kepada Allah Swt dengan kesungguhan hati dengan tak ada keraguan sedikitpun dalam hatinya, maka Allah akan memberikan kemuliaan kepada mereka baik didunia maupun diakhirat.
Adapun kemuliaan didunia itu meliputi :
1.                  Hatinya tenang, tidak goyah atau terombang ambing oleh ajakan nafsu jahat atau orang yang akan menyesatkan. Firman Allah dalam Alqur’an surat Ar ra’d ayat 28.
Artinya : “ orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
2. Orang yang beriman akan selalu mendapat bimbingan dari Allah Swt, oleh karena itu apa yang dilakukannya adalah perbuatan-perbuatan baik dan terpuji
3. Orang yang beriman memiliki sikap dan jiwa lembut, menyayangi anak yatim, menyantuni fakir miskin, dan mengahrgai orang lain.
4. Orang yang beriman akan selalu Melakukan amalan-amalan saleh, rendah hati, mengasihi terhadap sesama manusia, bahkan terhadap semua makhluk ciptaan tuhan, baik hewan atau tumbuh-tumbuhan.
5. Allah akan memasukkan orang yang beriman kedalam surga sebagai rahmatnya dan pahala atas ketaatan serta kepatuhannya selama hidup didunia. Firman Allah Swt dalam surat Al Maidah ayat 9.  
Artinya : “Allah Telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Hubungan Iman kepada Allah dan Rosul dengan Syahadat
           
Manusia tidak mungkin mengetahui informasi tentang tuhan, kecuali tuhan sendiri mengemukakan sifat-sifatnya melalui wahyu. Percaya kepada Rasul merupakan awal pengenalan kepada Allah. Segala informasi yang berkenaan dengannya terkandung dalam kumpulan wahyu (Alquran) yang diturunkan kepada Rasulullah.
Kalimat syahadat yang merupakan persaksian kepada Allah dan kepada Rasulnya merupakan rangkaian keyakinan yang tidak bisa dipisahkan. Jika seseorang percaya terhadap adanya Allah, ia harus mencari Rasulnya karena tidak setiap manusia dapat berhubungan langsung dengan Allah. Rasul yang dipilih itu membawa bukti kerasulaannya melalui penunjukan Allah sendiri, bukti itu adalah Alquran.
Alquran menerangkan secara detil tentang Rasul yang harus dipercayai oleh seluruh manusia agar mereka mengetahui secara benar tentang hal-ihwal tuhannya. Firman Allah:
Katakanlah:”Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. (QS.Fushshilat, 41:6)           

Lebih lanjut ihwal kerasulan Muhammad diterangkan dalam firmannya:
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan. (QS.An-Najm, 53:2-4).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa keterkaitan antara iman kepada Allah dan iman kepada Rasul tidak dapat dipisah-pisahkan. Manusia tidak mungkin memahami dan mengetahui Allah secara langsung dari  Allah sendiri, karena yang berhak langsung berhubungan dengan Allah hanyalah Rasul melalui jalur wahyu, seperti firmannya:
Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara kepada kami atau datang tanda-tanda kekuasaannya kepada kami ? Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu, hati mereka serupa.
Sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan kami kepada kaum yang yakin. (QS.Al-Baqarah, 2:118).

Karena itu, tidak mungkin sesorang menerima wahyu langsung dari Allah, kecuali ia seorang Rasul. Masa turunnya Rasul sudah selesai yang diakhiri sempurnanya ajaran islam melalui wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu, islam tidak mengakui adanya segala macam wahyu dan wangsit, setelah Nabi Muhammad wafat. Wahyu hanya turun kepada Rasul seperti firmannya:
Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau mengutus dengan seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS.As-Syuura, 42:45).
Dengan demikian, dua kalimat syahadat merupakan pembuka keyakinan seorang muslim dan sekaligus sebagai awal penerimaan terhadap segala kandungan wahyu yang diturunkan kepada Rasul. Jika seseorang telah meyakini keberadaan Allah, maka apapun yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa reserve. Dengan alasan ini, dapat  dipahami jika dua kalimat syahadat merupakan prasyarat awal pengakuan seseorang sebagai muslim.


BAB III
PENUTUP


A.  KESIMPULAN
Aqidah adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.

B.   SARAN
Demikian Makalah ini
penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Pemakalah menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan yang belum tersampaikan di makalah ini, untuk itu saran dan kritikannya yang bersifat membangun bagi pemakalah sangat kami harapkan. Sekian dari kami, apa bila ada kesalahan atau kekurangan kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.








DAFTAR PUSTAKA

Suryana, T., et all. 1997. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Tiga Mutiara.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar