AQIDAH ISLAM
MAKALAH
“Diajukan
untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam”
Kelompok
VI
Disusun
oleh :
Ainun
Selvi Sudrajat
Cici
Adetia
Nida
Romadhona
Tri
Mulyanto
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “AQIDAH ISLAM”. Adapun makalah ini penulis ajukan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang merupakan penerapan
pengajaran Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang ada di Universitas
Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Dalam
proses penyusunan makalah ini, penulis dapat mendapat bantuan dan dorongan baik
material maupun spiritual dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kepada
Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada kami dalam menyusun makalah
ini.
2. Ayah
dan Bunda tercinta, yang dengan ikhlas memberikan segenap perhatian, doa dan
kasih sayangnya kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Bapak
Komarudin, Drs, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah
banyak memberikan bimbingan kepada penulis sehingga terwujudnya sebuah makalah
ini.
Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dan anugrah-Nya kepada kita semua. Amiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan
saran yang dapat membangun dari semua pihak demi perbaikan pada makalah ini.
Penulis berharap, makalah ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Tak lupa pula
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat dalam dunia pengetahuan.
Cirebon,
30 November 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ........ i
DAFTAR
ISI................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar
Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................... 4
A. Kajian
Teoritik...................................................................................... 4
B. Analisis................................................................................................ 6
1. Arti, ruang lingkup, fungsi, peran dan
tingkatan aqidah................. 6
2. Keesaan Allah dan Iman terhadapNya............................................ 15
3. Malaikat dan makhluk ghaib lainnya............................................... 16
4. Al-Qur’an dan kitab suci lainnya..................................................... 17
5. Tugas nabi dan rasul dan peranan Nabi Muhammad
saw................ 19
6. Hukum alam dan hari kiamat serta
pertanggungjawaban manusia.. didepan
Allah 20
7. Makna qadha dan qadhar................................................................. 21
8. Manfaat beriman.............................................................................. 23
9. Hubungan iman kepada Allah dan rosul dengan
syahadat.............. 24
BAB III. PENUTUP....................................................................................... 27
A. Kesimpulan........................................................................................... 27
B. Saran..................................................................................................... 27
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam secara teologis merupakan rahmat bagi manusia dan alam
semesta. Letak kerahmatannya terletak pada kesempurnaan islam itu sendiri.
Aqidah diletakkan sangat penting dalam ajaran islam. Seumpama islam diumpamakan
pohon, maka aqidah adalah akarnya, dan pohon tanpa akar tentu akan tumbang.
Ajaran Islam sebagaimana dikemukakan maulana Muhammad Ali, dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu teori atau lazim disebut rukun iman, dan bagian praktik yang mencakup segala yang harus dijadikan pedoman hidup bagian pertamadisebut aqidah, artinya kepercayaan yang kokoh, ataupun yang kedua disebut hukum atau syari’ah. Kewajiban bagi seseorang untuk bisa diakui sebagai seorang muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat: “Ashad alla ilaha illallah, wa ashadu anna muhammadur rosulullah.” Pengetahuan tersebut merupakan tauhid dan itu bagian dari aqidah. Untuk lebih jelasnya permasalahan aqidah secara global akan kami bahas dalam makalah ini.
Ajaran Islam sebagaimana dikemukakan maulana Muhammad Ali, dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu teori atau lazim disebut rukun iman, dan bagian praktik yang mencakup segala yang harus dijadikan pedoman hidup bagian pertamadisebut aqidah, artinya kepercayaan yang kokoh, ataupun yang kedua disebut hukum atau syari’ah. Kewajiban bagi seseorang untuk bisa diakui sebagai seorang muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat: “Ashad alla ilaha illallah, wa ashadu anna muhammadur rosulullah.” Pengetahuan tersebut merupakan tauhid dan itu bagian dari aqidah. Untuk lebih jelasnya permasalahan aqidah secara global akan kami bahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Masalah
yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Arti, ruang lingkup, fungsi, peran dan
tingkatan aqidah
2. Keesaan Allah dan Iman terhadapNya
3. Malaikat dan makhluk ghaib lainnya
4. Al-Qur’an dan kitab suci lainnya
5. Tugas nabi dan rasul dan peranan Nabi Muhammad
saw
6.
Hukum alam dan
hari kiamat serta pertanggungjawaban manusia......... didepan
Allah
7. Makna qadha dan qadhar
8. Manfaat
beriman
9.
Hubungan iman kepada Allah dan
rosul dengan syahadat
C. Tujuan
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :
1) Memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2) Dapat menjelaskan pengertian aqidah
3) Mengetahui fungsi dan peran aqidah
4) Mengetahui tingkatan aqidah
5) Memahami tentang keesaan Allah
6) Dapat mempelajari tentang malaikat dan makhluk ghaib
lainnya
7) Mempelajari Al-Qur’an dan kitab suci lainnya
8) Dapat menyebutkan tuga rasul dan Muhammad
9) Memahami tentang hukum alam dan hari kiamat
10) Dapat menjelaskan iman kepada Allah dan rasul dalam
syahadat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian
Teoritik
2.1
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
·
Kata "‘aqidah" diambil
dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam
(pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi
kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan)
dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin
(keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
·
"Al-‘Aqdu" (ikatan)
lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut
diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu"
(mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun
Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
·
Aqidah artinya ketetapan yang
tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian
aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan.
Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari
aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith
dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
·
Jadi kesimpulannya, apa yang
telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar
ataupun salah.
2.2 Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
·
Yaitu perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi
suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan.
·
Dengan kata lain, keimanan yang
pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang
menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima
keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan
yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu
mengikat hatinya diatas hal tersebut.
2.2.1 Aqidah
Islamiyyah:
·
Maknanya adalah keimanan yang
pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari
Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib,
pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan
ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya
maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah SAW.
·
Jika disebutkan secara mutlak,
maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena itulah
pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya.
Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu
generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.
2.2.2 Nama lain Aqidah Islamiyyah:
·
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah,
sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid,
as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman.
·
Nama-nama itulah yang terkenal
menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.
·
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah
bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis
Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah),
terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 33-35.
B. Analisis
2.3 Pengertian Aqidah
2.3.1AqidahSecaraEtimologi
·
Aqidah berasal dari kata ‘aqd
yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang.
Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenaran terhadap
sesuatu.
·
Aqidah berasal dari kata “aqada”
artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga bersambung. Aqad berarti
pula janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian.
·
Aqidah menurut bahasa Arab
(etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang
berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan
kuat.
2.3.2 Aqidah secara terminology
1. Menurut Hasan Al Bana :
العقا عد هي الامور الّتي يجب أن يصدّق بها قلبك وتطمئنّ اليها نفسك وتكون يقينا عندك لا يما زجه ريب ولا يخا لطه شكّ
aqa’id ( bentuk jamak dari aqidah ) artinya beberapa perkara yang wajib diyakini oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu- raguan.
2. Abu Bakar Jabir al Jazairy mengatakan
العقيدة هي مجموعة من قضا يا الحقّ البدهيّة المسلّمة بالعقل والسمع والفطرة يعقد عليها الانسان قلبها ويثنّي عليها صدره جازما بصحّتها قا طعا بوجودها وثبوتها لا يرى خلافها أنّه يصحّ أن يكون أبدا
aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarakan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapatlah ditarik beberapa butir kesimpulan berikut:
a). Setiap manusia memiliki fitrah tentang adanya Tuhan yang didukung oleh hidayah Allah berupa indera, akal, agama (wahyu), dan taufiqiyah, (sintesis antara kehendak Allah dengan kehendak manusia). Oleh karena itu, manusia yang ingin mengenal Tuhan secara baik harus mampu mengfungsikan hidayah- hidayah tersebut.
b). Keyakinan sebagai sumber utama aqidah itu tidak boleh bercampur dengan keraguan.
c). Aqidah yang kuat akan melahirkan ketentraman jiwa.
d). Tingkat aqidah seseorang tergantung pada tingkat pemahamannya terhadap ayat- ayat qauliyah dan kauniyah.
Ruang Lingkup Aqidah
Hasan al- Bana menujukan
empat bidang yang berkaitan dengan lingkup pembahasan mengenai aqidah, yaitu:
• Ilahiyyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Illah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, asma Allah, sifat- sifat yang wajib ada pada Allah, dan lain- lain.
• Nubuwiyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan rosul- rosul Allah, termasuk kitab suci, mu’jizat dan lain- lain.
• Ruhaniyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam roh atau metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain- lain.
• Sam’iyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang hamya bias diketahui melalui sam’I (dalil naqli: Al-Qur’an dan Assunnah) seperti urge neraka, alam barzakh, akhirat, kiamat, dan lain- lain.
Beberapa Ulama’ juga menunjukkan lingkup pembahasan mengenai aqidah dengan arkanul iman (rukun iman) berupa:
1) Iman Kepada Allah
Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan surga, tetapi hal itu berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana Tuhan itu. Karena itu, dalam aqidah Islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan memberitahukan sifat-sifat-Nya kepada manusia melalui firman-Nya yang disampaikan kepada utusan-Nya. Karena itu, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah. Implikasi dari aqidah tersebut adalah :
• Penyerahan secara total kepada Allah dengan meniadakan sama sekali kekuatan dan kekuasan diluar Allah yang dapat mendominasi dirinya.
• Menjadikan orang memiliki keberanian untuk berbuat, karena tidak ada baginya yang ditakuti selain melanggar perintah Allah.
• Menimbulkan rasa optimis. Karena keyakinan tauhid menjamin hal yang terbaik yang akan dicapainya secara ruhaniyah.
2) Iman kepada Malaikat
Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk gaib yang melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Allah. Ia diciptakan Allah dari cahaya.
Seorang muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping manusia, jin, dan iblis. Karena itu, iman kepada malaikat melahirkan sikap hati-hati, optimis, dan dinamis, tidak mudah putus asa atau kecewa . demikian pula apabila orang meyakini adanya iblis atau setan, maka ia akan senantiasa waspada untuk tidak terjerat kepada godaan yang dapat menyesatkannya.
3) Iman kepada Kitab Allah
Allah menurunkan wahyu-Nya kepada manusia melalui Rasulnya yang tertulis dalam kitab-kitab-Nya. Kitab-kitab Allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan, dan hukum-hukum dari Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia di dunia agar hidup manusia teratur, tentram serta bahagia.
“(2).Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.(3).Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.(4).Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An Najm: 2,3 &4)
“ Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya). (Q.S. Az Zumar: 2)
4) Iman kepada Para Rasul
Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang diantaranya sebagai kuputusan-Nya. Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala sesuatu yang diberikan dari Allah. Bukti kerasulannya adalah mukjizat dan kitab Allah yang tidak tertandingi mutunya. Melalui Rasul manusia dapat mengetahui segala sesuatu tentang Allah, seolah-olah manusia berhubungan langsung dengan Allah.
Allah mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, Muhammad Saw. Beriman kepada para rasul merupakan tuntutan iman kepada Allah.
“ Dan barangsiapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. An Nisaa’: 69)
5) Iman kepada Hari Kiamat
Alam ciptaan Tuhan terikat oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkan-Nya (sunatullah). Sunatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak, hilang, dan berakhir.
Beriman kepada Hari Kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu melahirkan dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini, semua perbuatan akan dihitung.
“ Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepadamu kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Q.S. Al A’raf: 59)
6) Iman kepada Qadha dan Qadar
Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, kadar atau ukuran. Semua makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan Allah menuntun kepada yang seharusnya.
Beriman kepada takdir melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa dan putus asa sebab yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir Allah. Sesuatu yang buruk menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah. Sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak selalu baik pula menurut Allah.
• Ilahiyyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Illah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, asma Allah, sifat- sifat yang wajib ada pada Allah, dan lain- lain.
• Nubuwiyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan rosul- rosul Allah, termasuk kitab suci, mu’jizat dan lain- lain.
• Ruhaniyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam roh atau metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain- lain.
• Sam’iyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang hamya bias diketahui melalui sam’I (dalil naqli: Al-Qur’an dan Assunnah) seperti urge neraka, alam barzakh, akhirat, kiamat, dan lain- lain.
Beberapa Ulama’ juga menunjukkan lingkup pembahasan mengenai aqidah dengan arkanul iman (rukun iman) berupa:
1) Iman Kepada Allah
Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan surga, tetapi hal itu berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana Tuhan itu. Karena itu, dalam aqidah Islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan memberitahukan sifat-sifat-Nya kepada manusia melalui firman-Nya yang disampaikan kepada utusan-Nya. Karena itu, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah. Implikasi dari aqidah tersebut adalah :
• Penyerahan secara total kepada Allah dengan meniadakan sama sekali kekuatan dan kekuasan diluar Allah yang dapat mendominasi dirinya.
• Menjadikan orang memiliki keberanian untuk berbuat, karena tidak ada baginya yang ditakuti selain melanggar perintah Allah.
• Menimbulkan rasa optimis. Karena keyakinan tauhid menjamin hal yang terbaik yang akan dicapainya secara ruhaniyah.
2) Iman kepada Malaikat
Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk gaib yang melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Allah. Ia diciptakan Allah dari cahaya.
Seorang muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping manusia, jin, dan iblis. Karena itu, iman kepada malaikat melahirkan sikap hati-hati, optimis, dan dinamis, tidak mudah putus asa atau kecewa . demikian pula apabila orang meyakini adanya iblis atau setan, maka ia akan senantiasa waspada untuk tidak terjerat kepada godaan yang dapat menyesatkannya.
3) Iman kepada Kitab Allah
Allah menurunkan wahyu-Nya kepada manusia melalui Rasulnya yang tertulis dalam kitab-kitab-Nya. Kitab-kitab Allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan, dan hukum-hukum dari Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia di dunia agar hidup manusia teratur, tentram serta bahagia.
“(2).Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.(3).Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.(4).Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An Najm: 2,3 &4)
“ Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya). (Q.S. Az Zumar: 2)
4) Iman kepada Para Rasul
Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang diantaranya sebagai kuputusan-Nya. Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala sesuatu yang diberikan dari Allah. Bukti kerasulannya adalah mukjizat dan kitab Allah yang tidak tertandingi mutunya. Melalui Rasul manusia dapat mengetahui segala sesuatu tentang Allah, seolah-olah manusia berhubungan langsung dengan Allah.
Allah mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, Muhammad Saw. Beriman kepada para rasul merupakan tuntutan iman kepada Allah.
“ Dan barangsiapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. An Nisaa’: 69)
5) Iman kepada Hari Kiamat
Alam ciptaan Tuhan terikat oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkan-Nya (sunatullah). Sunatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak, hilang, dan berakhir.
Beriman kepada Hari Kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu melahirkan dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini, semua perbuatan akan dihitung.
“ Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepadamu kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Q.S. Al A’raf: 59)
6) Iman kepada Qadha dan Qadar
Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, kadar atau ukuran. Semua makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan Allah menuntun kepada yang seharusnya.
Beriman kepada takdir melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa dan putus asa sebab yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir Allah. Sesuatu yang buruk menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah. Sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak selalu baik pula menurut Allah.
Oleh karena itu, dalam kegiatan takdir ini
seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal dengan terus menerus berusaha sesuai
dengan kemampuan.
Fungsi dan Peranan Aqidah
Aqidah tauhid sebagai
kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi seorang muslim. Keyakinan yang
mendasar itu menopang seluruh perilaku, membentuk corak dan warna kehidupannya
dengan hubungannya dengan makhluk lain dan hubungan dengan Tuhan. Aqidah yang
tertanam dalam jiwa seorang muslim akan senantiasa menghadirkan Allah. Dalam
pengawasan Allah semata-mata, karena itu perilaku- perilaku yang tidak dikehendaki
Allah akan selalu dihindarkannya. Fungsi dan peranan aqidah dalam kehidupan
manusia antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir, sejak lahir manusia telah memiliki potensi keberagamaan (fitrah). Aqidah islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia tersebut, menuntun dan mengarahkan manusia pada keyakinan yang benar tentang Allah.
b) Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa. Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong manusia untuk terus mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan rohaninya dapat terpenuhi.
c) Memberikan pedoman hidup yang pasti. Aqidah memberikan pengetahuan asal dan tujuan hidup manusia sehingga kehidupan manusia akan lebih jelas dan akan lebih bermakna. Aqidah islam juga sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim menjadi lebih baik.
Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Al Maududi menyebutkan pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut:
1) Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik
2) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu akan harga diri
3) Membentuk manusia jujur dan adil
4) Menghilangkan sifat murung dan putus asa
5) Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme
6) Menciptakan hidup damai dan ridha.
7) Membentuk manusia menjadi taat, patuh dan disiplin menjalankan perintah dan larangan Allah.
a) Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir, sejak lahir manusia telah memiliki potensi keberagamaan (fitrah). Aqidah islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia tersebut, menuntun dan mengarahkan manusia pada keyakinan yang benar tentang Allah.
b) Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa. Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong manusia untuk terus mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan rohaninya dapat terpenuhi.
c) Memberikan pedoman hidup yang pasti. Aqidah memberikan pengetahuan asal dan tujuan hidup manusia sehingga kehidupan manusia akan lebih jelas dan akan lebih bermakna. Aqidah islam juga sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim menjadi lebih baik.
Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Al Maududi menyebutkan pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut:
1) Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik
2) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu akan harga diri
3) Membentuk manusia jujur dan adil
4) Menghilangkan sifat murung dan putus asa
5) Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme
6) Menciptakan hidup damai dan ridha.
7) Membentuk manusia menjadi taat, patuh dan disiplin menjalankan perintah dan larangan Allah.
Tingkat- tingkatanan Aqidah
Aqidah atau iman yang
dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan oleh orang lain. Ia memiliki
tingkatan-tingkatan tertentu bergantung pada upaya orang itu. Iman pada
dasarnya berkembang, ia bisa tumbuh subur atau sebaliknya. Iman yang tidak
terpelihara akan berkurang, mengecil atau hilang sama sekali.
Tingkatan aqidah tersebut adalah:
a. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa dipikirkan.
b. Yakin, yaitu keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dan dalil yang diperolehnya. Hal ini, memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.
c. ‘Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang urge. Ia tidak mungkin terkecoh oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.
d. Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah, dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.
Pada semua tingkatan aqidah di atas peranan akal begitu dominan. Hal ini tidak berarti hanya akal satu- satunya.
Keseluruhan aqidah islam, sebagaimana juga halnya dalam semua hukum dalam syari’ah, pada dasarnya ditetapkan dan diatur oleh kitab Allah dan sunnah Rasul, dimana keduanya memberikan kedudukan yang sangat penting bagi akal fikiran dalam menerima dan mengokohkan aqidah. Keduanya memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai sasaran perintah, sebagai tempat bergantungnya pertanggungjawaban dan menganjurkan agar mengfungsikan sebaik- baiknya.
Tingkatan aqidah tersebut adalah:
a. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa dipikirkan.
b. Yakin, yaitu keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dan dalil yang diperolehnya. Hal ini, memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.
c. ‘Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang urge. Ia tidak mungkin terkecoh oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.
d. Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah, dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.
Pada semua tingkatan aqidah di atas peranan akal begitu dominan. Hal ini tidak berarti hanya akal satu- satunya.
Keseluruhan aqidah islam, sebagaimana juga halnya dalam semua hukum dalam syari’ah, pada dasarnya ditetapkan dan diatur oleh kitab Allah dan sunnah Rasul, dimana keduanya memberikan kedudukan yang sangat penting bagi akal fikiran dalam menerima dan mengokohkan aqidah. Keduanya memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai sasaran perintah, sebagai tempat bergantungnya pertanggungjawaban dan menganjurkan agar mengfungsikan sebaik- baiknya.
Keesaan Allah
Manusia
dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan alam ini tetapi hal itu
berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana
Tuhan itu. Karena itu, dalam aqidah islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan
memberitahukan sifat-sifat- Nya kepada manusia melalui firman-Nya yang
disampaikan kepada utusan-Nya.karena itu, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan
menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah.
Beriman
kepada allah merupakan hal yang paling pokok dan mendasar, merupakan dasar bagi
keimanan selanjutnya. Jika seseorang beriman kepada allah, maka apa saja yang urge
dari allah akan diterimanya tanpa reserve. Iman kepada allah serta iman kepada
sifat-sifat-Nya akan menandai perilaku seorang muslim. Keyakinan yang ada dalam
dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika seseorang telah beriman
bahwa allah itu ada, maha melihat dan maha mendengar, maka perilaku orang itu
akan lahir sikap hati-hati dan waspada. Ia tidak akan merasa sendirian,
sekalipun tidak ada orang lain disekitarnya, sebab ia yakin bahwa allah itu
ada. Ia bisa sembunyi dari manusia, tetapi tidak bisa menghindar dari allah.
Karena itu, selama iman itu melekat dalam dirinya, tidak mungkin ia dapat berbuat yang tidak sesuai dengan perintah Allah.
Karena itu, tidak salah kalau ulama mengatakan bahwa seseorang berbuat dosa pada
saat imannya tidak ada. Perbuatan baik dan buruk yang dilakukan seseorang
bergantung kepada imannya.
Malaikat dan Makhluk Ghaib Lainnya
Allah
menciptakan malaikat, yaitu makhluk ghaib yang melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan Allah. Ia diciptakan Allah dari cahaya.
Seorang
muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping
manusia, jin, dan iblis. Keyakinan kepada malaikat dan makhluk ghaib lainnya di
dasarkan pada firman Allah. Keyakinan tersebut bukan hanya mengetahui nama dan
tugasnya, melainkan melahirkan dampaknya pada perilaku. Jika kita meyakini
adanya malaikat yang senantiasa mencatat kebaikan dan keburukan manusia setiap
saat, yaitu Rakib dan Atid, ia akan
selalu berhati hati.
Segala
perbuatannya akan dicatat dan diminta pertanggungjawabannya pada saat nanti. Ia
tidak akan pernah putus asa, segala usahanya tidak lepas begitu saja, sekalipun
hasilnya di dunia tidak dapat dirasakan tetatpi di akhirat ia terima. Ia selalu
bergerak terus berusaha, sebab hidup adalah proses dan setiap proses di catat
oleh malaikat tanpa ada yang terlewati. Karena itu, iman kepada malaikat
melahirkan sikap hati-hati, optimis, dan dinamis, tidak mudah putus asa atau
kecewa. Demikian pula apa bila orang meyakini adanya iblis atau syetan, maka ia akan senantiasa waspada
untuk tidak terjerat kepada godaan yang menyesatkannnya.
Al-Quran dan Kitab Suci Lainya
Allah
menurunkan wahyunya kepada manusia melalui Rasulnya yang tertulis dalam
kitab-kitabnya. Kitab-kitab allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan,
dan hukum-hukum Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah menjadi pedoman hidup
manusia di dunia agar hidup manusia teratur, tentram serta bahagia.
Kitab-kitab
Allah yang diturunkan kepada manusia telah disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kebudayaan manusia. Kitab-kitab terdahulu seperti zabur, taurat,
dan injil diturunkan Allah untuk kelompok masyarakat dan bangsa tertentu,
sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia pada saat itu. Aturan-aturan
dalam kitab-kitab allah itu dikemukakan dalam ungkapan yang berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kecerdasan.
Dari
segi isi terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan yang ada pada kitab-kitab
itu terletak pada aspek akidah, yaitu
tauhid atau mengesakan Allah. Aspek-aspek hukum atau syariat mengalami
perkembangan dari satu kitab ke kitab yang lainnya.
Dalam
hal aqidah secara prinsipil sama, tetapi diungkapkan dalam pemaparan bahasa
yang berbeda. Dalam alquran, pemaparan prinsip tauhid diperkaya dengan berbagai
penjelasan dan bukti yang memberikan argumentasi yang jelas dan tepat, karena
umat Nabi Muhammad telah mampu mengembangkan nalar dan argumentasi. Pada
Nabi-nabi terdahulu tidak demikian, karena tingkat perkembangan pemikirannya
belum membutuhkannya.
Demikian
pula dalam persoalan hukum, pada Alquran aturan-aturan Allah dikemukakan secara
luas dan jelas.
Kitab-kitab
Allah sebelumnya telah hilang atau sekalipun dianggap ada telah mengalami
perubahan karena perkembangan waktu dan interverensi pikiran manusia ke dalamnya.
Oleh karena itu, Allah menurunkan Alquran untuk meluruskan kesalahan tersebut
dan menghapus kelaiakan kitab-kitab sebelumnya dan menggantikannya dengan
Alquran. Kitab-kitab terdahulu hanya diimani adanya, tetapi keterpakaiannya
sudah berakhir sejak Alquran turun. Sebagaimana firman Allah: Pada hari ini aku sempurnakan untukmu agamamu, dan aku sempurnakan untukmu
nikmatku, dan aku meridhai islam sebagai agamamu. (QS.Al-Maidah, 5:3)
Iman
kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan
kebenaran jalan yang ditempuhnya. Jalan yang harus ditempuh manusia telah
diberi tahukan Allah dalam kitab suci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk
melihat masa depan yang akan ditempuhnya setelah kehidupan ini berakhir, dengan
pemberitahuan kitab suci, manusia dapat mengatur hidupnya menyesuaikan dnegan
rencana Allah sehingga memiliki harapan masa depan yang jelas. Itulah sebagaian
dari inplementasi iman kepada kitab allah yang membentuk perilaku manusia dalam
kehidupanya didunia.
Tugas Rasul dan Peranan Nabi Muhammad
Allah
menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang
diantaranya sebagai utusannya, Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan
diberi kuasa untuk menerangkan segala
Sesutu yang datang dari Allah. Bukti kerasulannya adalah mukzijat dan kitab
Allah yang tidak tertandingi mutunya. Melalui rasul manusia dapat mengetahui
segala Sesuatu tentang Allah, seolah-olah manusia berhubungan langsung dengan
Allah.
Allah
mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, Nabi Muhammad Saw.
Beriman kepada para rasul merupakan tuntunan iman kepada Allah.
Disamping
itu, iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul,
manusia dapat melihat contoh perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah. Pada
saat Rasulullah tidak ada lagi, perilaku tersebut dapat diketahui melalui
hadist-hadistnya.
Beriman
kepada Rasul merupakan prasyarat adanya keimanan terhadap kebenaran ajaran yang
dibawanya. Oleh karena itu antara iman kepada Allah dan iman kepada Rasul tidak
bisa dipisahkan sehingga dalam ajaran islam syahadatain menjadi pintu masuk dan
syarat seorang muslim.
Hukum Alam
dan Hari Kiamat serta Pertanggungjawaban Manusia di depan Allah
Alam ciptaan tuhan oleh ruang, waktu
serta hukum-hukum yang ditetapkannya (sunatullah). Sunnatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak,
hilang dan berakhir.
Sesuai dengan hukum tersebut dan
dikuatkan dengan pemberitaan dari Allah bahwa dunia akan berakhir pada suatu
saat yang disebut hari akhir atau hari kiamat. Pada hari itu alam akan
mengalami kehancuran total karena bagaimanapun sesuatu yang dibuat akan
mengalami kemusnahan.
Hari kiamat merupakan rencana Allah yang
pasti akan datang pada saatnya, sifat-sifat kiamat digambarkan Allah dalam Alquran
bahwa pada hari itu seluruh alam akan dihancurkan, manusia akan digiring
kehadapan pengadilan Allah Yang Maha Adil, semua akan diperiksa menurut amal
perbuatannya masing-masing. Disini tidak ada yang sembunyi dan tidak ada yang
disembunyikan. Semua orang mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing
tanpa ada yang terlewatkan. Disini tidak ada yang dapat menolong, kecuali amal
saleh yang pernah dilakukannya selama hidup didunia.
Beriman kepada hari kiamat adalah
meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu akan melahirkan dampak bagi kehidupan
seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia hidup ini, semua
perbuatan akan dihitun. Oleh karena itu, setiap detik diupayakan untuk memiliki
makna yang baik yang akan ditemui di hari Kiamat kelak. Didunia ketidakadilan
bisa terjadi dan bisa ditutupi, tetapi tidak demikian pada pengadilan Allah.
Seorang muslim tidak akan putus asa atau kecewa apabila ketidakadilan menimpa
dirinya sebab ia meyakini adanya pengadilan yang maha adil.
Seorang muslim tidak akan prustasi
karena satu kegagalan. Setiap usaha yang dilakukannya bermakna ganda, yaitu
kesuksesaan material yang dapat dinikmati didunia dan kesuksesan di akhirat.
Karena itu, jika hasil usaha tidak bisa
dinikmati didunia ia memiliki harapan untuk menikmatinya diakhirat. Dengan
demikian iman kepada hari kiamat melahirkan jiwa yang hati-hati, melakukan
perbuatan bermuatan ganda, yaitu untuk khidupan dunia dan sekaligus akhirat. Ia
akan hidup optimis menatap masa depan dan mengisi hari-harinya dengan beramal
saleh sehingga hidupnya dinamis. Ia akan terhindar dari sikap malas, dan suka
melamun atau mengkhayal. Ia akan terus berproses sehingga hidupnya betul-betul
bermakna.
Makna Qadha dan Qadar
Takdir
berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, member kadar atau ukuran. Semua
makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan
itu dan Allah menuntun kearah yang seharusnya.
Pada
alam, takdir disamakan dengan istilah sunnatullah. Bagi manusia tidak
sepenuhnya istilah ini sesuai dengan yang dimaksud dengan takdir.
Manusia
mempunyai kemampuan yang terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah
kepadanya, misalnya ia tidak bisa terbang.
Hal
ini, merupakan ukuran atau batas kemampuan yang diberikan Allah kepadanya. Ia
tidak bisa melampauinya kecuali jika menggunakan akalnya, menciptakan alat,
hanya akalnya pun terbatas. Di sisi lain, manusia dibawah hukum-hukum Allah.
Segala yang dilakukan tidak terlepas dari hukum yang telah mempunyai kadar dan
akar tertentu. Hanya karena hukum-hukum sangat banyak, dan manusia dapat
memilih, maka manusia memilih diantara takdir yang ditetapkan Allah terhadap
alam.
Allah
menetapkan sesuatu malapetaka berdasarkan hukum-hukumnya dan manusia dapat
memilih untuk menghindari. Apabila ia tidak menghindari akibat yang menimpanya
itu adalah takdir dan apabila ia menghindar dan luput dari malapetaka itu, maka
itu pun dikatakan takdir. Manusia dianugrahi Allah kemampuan untuk memilih.
Kemampuan ini pun merupakan takdir yang dianugrahkan Allah kepada manusia.
Jadi
jelaslah, takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan nasibnya
sendiri, sambil memohon bantuan Allah. Allah Maha Kuasa untuk menentukan apa
yang dikehendakinya.
Beriman
kepada takdir akan melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa atau putus
asa sebab yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir Allah.
Sesungguhnya Allah akan selalu memberikan yang terbaik sesuai dengan sifatnya
Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Jika terjadi suatu musibah, maka kita harus
bersabar. Sesuatu yang buruk menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah.
Sangat mungkin untuk kebaikan kita di masa depan, kita diberikan cobaan.
Sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak selalu baik pula menurut Allah.
Oleh karena itu, dalam kaitan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan
tawakal dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan.
Rukun
iman yang telah disebutkan diatas, pada dasarnya suatu kesatuan yang sistemik.
Informasi tentang Allah dapat diketahui melalui pemberitaan yang disampaikan
melalui perantaraan malaikat yang terkumpul dalam kitab Allah dan
disampaikan kepada Rasulullah.
Berisi tuntunan untuk dapat mencapai kebahagiaan abadi yang dimulai dengan hari
kiamat. Semua itu merupakan
ketentuan dari Allah yang tak bisa dielakan lagi.
Manfaat
Beriman
Orang–orang
yang beriman kepada Allah Swt dengan kesungguhan hati dengan tak ada keraguan
sedikitpun dalam hatinya, maka Allah akan memberikan kemuliaan kepada mereka
baik didunia maupun diakhirat.
Adapun
kemuliaan didunia itu meliputi :
1.
Hatinya tenang, tidak goyah atau terombang ambing oleh
ajakan nafsu jahat atau orang yang akan menyesatkan. Firman Allah dalam
Alqur’an surat Ar ra’d ayat 28.
Artinya : “ orang-orang yang
beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
2. Orang yang beriman akan selalu mendapat bimbingan dari Allah
Swt, oleh karena itu apa yang dilakukannya adalah perbuatan-perbuatan
baik dan terpuji
3.
Orang yang beriman memiliki sikap dan jiwa lembut, menyayangi anak yatim,
menyantuni fakir miskin, dan mengahrgai orang lain.
4.
Orang yang beriman akan selalu Melakukan amalan-amalan saleh, rendah hati, mengasihi
terhadap sesama manusia, bahkan terhadap semua makhluk ciptaan tuhan, baik
hewan atau tumbuh-tumbuhan.
5. Allah akan memasukkan orang yang
beriman kedalam surga sebagai rahmatnya dan pahala atas ketaatan serta
kepatuhannya selama hidup didunia. Firman Allah Swt dalam surat Al Maidah ayat
9.
Artinya : “Allah Telah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa)
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Hubungan Iman kepada Allah dan Rosul
dengan Syahadat
Manusia
tidak mungkin mengetahui informasi tentang tuhan, kecuali tuhan sendiri
mengemukakan sifat-sifatnya melalui wahyu. Percaya kepada Rasul merupakan awal
pengenalan kepada Allah. Segala informasi yang berkenaan dengannya terkandung
dalam kumpulan wahyu (Alquran) yang diturunkan kepada Rasulullah.
Kalimat
syahadat yang merupakan persaksian kepada Allah dan kepada Rasulnya merupakan
rangkaian keyakinan yang tidak bisa dipisahkan. Jika seseorang percaya terhadap
adanya Allah, ia harus mencari Rasulnya karena tidak setiap manusia dapat
berhubungan langsung dengan Allah. Rasul yang dipilih itu membawa bukti
kerasulaannya melalui penunjukan Allah sendiri, bukti itu adalah Alquran.
Alquran
menerangkan secara detil tentang Rasul yang harus dipercayai oleh seluruh
manusia agar mereka mengetahui secara benar tentang hal-ihwal tuhannya. Firman
Allah:
Katakanlah:”Bahwasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa. (QS.Fushshilat,
41:6)
Lebih
lanjut ihwal kerasulan Muhammad diterangkan dalam firmannya:
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan
tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan
hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan. (QS.An-Najm, 53:2-4).
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa keterkaitan antara iman kepada Allah dan iman
kepada Rasul tidak dapat dipisah-pisahkan. Manusia tidak mungkin memahami dan
mengetahui Allah secara langsung dari
Allah sendiri, karena yang berhak langsung berhubungan dengan Allah
hanyalah Rasul melalui jalur wahyu, seperti firmannya:
Dan orang-orang yang tidak
mengetahui berkata: Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara kepada kami atau
datang tanda-tanda kekuasaannya kepada kami ? Demikian pula orang-orang yang
sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu, hati mereka serupa.
Sesungguhnya kami telah menjelaskan
tanda-tanda kekuasaan kami kepada kaum yang yakin. (QS.Al-Baqarah, 2:118).
Karena
itu, tidak mungkin sesorang menerima wahyu langsung dari Allah, kecuali ia
seorang Rasul. Masa turunnya Rasul sudah selesai yang diakhiri sempurnanya
ajaran islam melalui wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh karena
itu, islam tidak mengakui adanya segala macam wahyu dan wangsit, setelah Nabi
Muhammad wafat. Wahyu hanya turun kepada Rasul seperti firmannya:
Dan tidak ada bagi seorang manusia
pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabir atau mengutus dengan seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan
kepadanya dengan seizin-nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS.As-Syuura,
42:45).
Dengan
demikian, dua kalimat syahadat merupakan pembuka keyakinan seorang muslim dan
sekaligus sebagai awal penerimaan terhadap segala kandungan wahyu yang
diturunkan kepada Rasul. Jika seseorang telah meyakini keberadaan Allah, maka apapun
yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa reserve. Dengan alasan ini,
dapat dipahami jika dua kalimat syahadat
merupakan prasyarat awal pengakuan seseorang sebagai muslim.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aqidah adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Aqidah adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
B. SARAN
Demikian Makalah ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Pemakalah menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan yang belum tersampaikan di makalah ini, untuk itu saran dan kritikannya yang bersifat membangun bagi pemakalah sangat kami harapkan. Sekian dari kami, apa bila ada kesalahan atau kekurangan kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Demikian Makalah ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Pemakalah menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan yang belum tersampaikan di makalah ini, untuk itu saran dan kritikannya yang bersifat membangun bagi pemakalah sangat kami harapkan. Sekian dari kami, apa bila ada kesalahan atau kekurangan kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Suryana, T., et
all. 1997. Pendidikan Agama Islam. Bandung
: Tiga Mutiara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar