KARYA
PENTING TAHUN 2000 – SAMPAI SEKARANG (DRAMA)
MAKALAH
“Diajukan
untuk memenuhi tugas Sejarah Sastra”
Kelompok
XII
Disusun
oleh :
Ø Ainun
Selvi Sudrajat
Ø Lestari
Ayu
Ø Nida
Romadhona
Ø Susrini
Devi
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi sosial politik pada tahun 2000 mempunyai benang merah dengan
kondisi sosial politik Indonesia pada tahun 1970, yaitu pergantian kekuasaan.
Hal ini tentu berpengaruh terhadap semua bidang, termasuk seni. Runtuhnya
sebuah rezim diktator membawa iklim perubahan yang cukup ekstrim. Hampir semua
yang sudah terbangun di periode sebelumnya didobrak dengan dalih perubahan.
Dalam ranah
seni, sastra khususnya, hal demikian juga terjadi. Karya sastra bernafaskan
perubahan bermunculan. Namun ternyata tidak semua karya sastra yang muncul di
periode ini berlandaskan perubahan. Patut dicermati bahwa kemajuan teknologi
seolah telah mencapai klimaksnya di tahun ini. Sehingga pelaku seni pun secara
terang-terangan memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai landasan berkarya.
Teks drama
yang muncul pada tahun ini lebih banyak mengacu kepada kondisi sosial pra dan
pasca terjadinya pergantian kekuasaan. Isu-isu tentang kebebasan yang “kebebablasan”,
hilangnya identitas bangsa, pudarnya lokalitas (terganti oleh metropolis),
sampai ke isu gender menjadi topik yang mendominasi pemunculan teks drama
periode ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan karya sastra ?
2. Siapa yang
melahirkan karya sastra penting 2000-an ?
3. Meliputi apa
sajakah poin-poin karya penting tahun 2000 – sampai sekarang (drama) itu ?
C. Tujuan
1.
Memahami tentang karya penting sejarah sastra tahun
2000 – hingga sekarang.
2.
Mempelajari dan mengapresiasikan drama.
3.
Memudahkan kita dalam mempelajari
sejarah drama di dunia.
KAJIAN
Drama
Kegiatan di dalam pementasan drama
kian meningkat juga. Hal itu menyebabkan dibutuhkannya repertoar drama
sebanyak-banyaknya. Semula kebutuhan itu dicukupi dengan penerjemanahan atau
saduran-saduran dari drama-drama asing. Tetapi kemudian kegiatan itu merangsang
penulisan drama-drama asli. Berbeda dengan penulisan-penulisan drama pada
masa-masa sebelumnya, yang biasanya lebih dimaksudkan sebagai drama bacaan
penulisan drama-drama baru itu lebih erat hubungannya dengan pementasan. Para
penulis drama itu kebanyakan ialah orang-orang yang juga aktif dalam bidang
pementasan, baik sebagai sutradara maupun sebagai pemain.
Moh. Diponegoro (lahir di Yogyakarta
pada tanggal 28 Juni 1928) yang mrupakan ketua grup drama Teater Muslim di
Yogyakarta banyak penulis lakon-lakon yang di ambilnya dari sejarah dan
cerita-cerita Islam. Antara lain ia menulis Iblis dan surat pada
Gubernur . Lakon-lakon itu berpuluh-puluh kali dipanggungkan oleh Teater
Muslim , baik di Yogyakarta maupun di kota-kota lain.Sebelum itu Moh.
Diponegoro telah dikenal sebagai penulis cerpen dan penerjemah ayat-ayat
Al-Qur’an secara puitis. Sebagian hasil penerjemahan itu dimuat dalam manifestasi susunan M. Saribi Afn .
Sayang lakon-lakon yang ditulisnya sampai sekarang belum juga diterbitkan.
Angkatan
2000-an:
Angkatan 2000-an Pada tahun 2002,
Korrie Layun Rampan membuat wacana tentang lahirnya sastrawan angkatan 2000,
yang terdiri atas kurang-lebih 100 penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan
kritikus sastra. Beberapa contoh sastrawan yang termasuk ke dalam Angkatan 2000
ialah: Ayu Utami Ahmadun Yosi Herfanda Dorothea Rosa Herliany.
Angkatan 2000-an
- Pada tahun 2002, Korrie Layun Rampan membuat wacana tentang lahirnya sastrawan angkatan 2000, yang terdiri atas kurang-lebih 100 penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra.
- Beberapa contoh sastrawan yang termasuk ke dalam Angkatan 2000 ialah:
–Ayu Utami
–Ahmadun Yosi Herfanda
–Dorothea Rosa Herliany
Sejarah Drama di Dunia
2.1. Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah drama yang hidup pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini.
a. Zaman Yunani.
Asal mula drama adalah Kulrus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada Dewa Domba/Lembu. Sebelum pementasan drama, dilakukan upacara korban domba/lembu kepada Dyonisius dan nyanyian yang disebut “tragedi”. Dalam perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang, berubah menjadi manusia, dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Komedi sebagai lawan dari kata tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan menyindir penderitaan hidup manusia.
Bentuk Stragedi Klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut :
1. Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis.
2. Lamanya Lakon kurang dari satu jam.
3. Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperan (berupa nyanyian rakyat atau pujian).
4. Tujuan pementasan sebagai Katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa takut.
5. Lakon biasanya terdiri atas 3-5 bagian, yang diselingi Koor (stasima). Kelompok Koor biasanya keluar paling akhir (exodus).
6. Menggunakan Prolog yang cukup panjang.
Bentuk pentas pada zaman Yunani berupa pentas terbuka yang berada di ketinggian.
2.1. Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah drama yang hidup pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini.
a. Zaman Yunani.
Asal mula drama adalah Kulrus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada Dewa Domba/Lembu. Sebelum pementasan drama, dilakukan upacara korban domba/lembu kepada Dyonisius dan nyanyian yang disebut “tragedi”. Dalam perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang, berubah menjadi manusia, dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Komedi sebagai lawan dari kata tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan menyindir penderitaan hidup manusia.
Bentuk Stragedi Klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut :
1. Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis.
2. Lamanya Lakon kurang dari satu jam.
3. Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperan (berupa nyanyian rakyat atau pujian).
4. Tujuan pementasan sebagai Katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa takut.
5. Lakon biasanya terdiri atas 3-5 bagian, yang diselingi Koor (stasima). Kelompok Koor biasanya keluar paling akhir (exodus).
6. Menggunakan Prolog yang cukup panjang.
Bentuk pentas pada zaman Yunani berupa pentas terbuka yang berada di ketinggian.
Ciri-ciri drama pada zaman sekarang, adalah sebagai berikut :
a. Improvitoris atau tanpa naskah.
b. Gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu, baru kemudian pemain berimprovisasi (bandingkan teater tradisional di Indonesia).
c. Cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha mendekati kenyataan.
d. Gejala akting pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.
Angkatan 2000-an
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan
Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru
bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun
2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000".
Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta
pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus
sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah
mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir
1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 2000
o
Garis Tepi Seorang Lesbian (2003)
o
Dejavu, Sayap yang Pecah (2004)
o
Jilbab Britney Spears (2004)
o
Sajak Cinta Yang Pertama (2005)
o
Malam Untuk Soe Hok Gie (2005)
o
Rebonding (2005)
o
Broken Heart, Psikopop Teen Guide (2005)
o
Koella, Bersamamu dan Terluka (2006)
o
Sebuah Cinta yang Menangis (2006)
Cybersastra
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya
sastra Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia
maya (Internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi
non-profit, maupun situs pribadi.
Referensi
1.
Ricklefs, M.C. (16 September 1991). A History of
Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan. hlm. 117.
2.
Mahayana, Maman S, Oyon Sofyan (16 September 1991). Ringkasan
dan Ulasan Novel Indonesia Modern. Jakarta: Grasindo. hlm. 370.
3.
Yudiono (16 September 2007). Pengantar Sejarah
Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. hlm. 167.
Contoh-contoh
beberapa sinopsis dari film yang di adaptasi dari novel :
Negeri 5
Menara (2009)
Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.
Tiba-tiba saja dia
harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju
sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau
Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya:
belajar di pondok.
Di kelas hari
pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang
bersungguh-sungguh pasti sukses.
Dia terheran-heran
mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa
Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan
terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.
Dipersatukan oleh
hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said
dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari
Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap
menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di
mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian
masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu.
Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun.
Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Bagaimana
perjalanan mereka ke ujung dunia ini dimulai? Siapa horor nomor satu mereka?
Apa pengalaman mendebarkan di tengah malam buta di sebelah sungai tempat jin
buang anak? Bagaimana sampai ada yang kasak-kusuk menjadi mata-mata misterius?
Siapa Princess of Madani yang mereka kejar-kejar? Kenapa mereka harus botak
berkilat-kilat? Bagaimana sampai Icuk Sugiarto, Arnold Schwarzenegger, Ibnu
Rusyd, bahkan Maradona sampai akhirnya ikut campur? Ikuti perjalanan hidup yang
inspiratif ini langsung dari mata para pelakunya. Negeri Lima Menara adalah buku
pertama dari sebuah trilogi.
Novel Ranah 3 Warna (2011)
Alif yang merupakan lulusan dari
Pondok Pesantren Madani Ponorogo, memiliki impian untuk belajar hingga ke
negeri Paman Sam. Dengan semangat yabg membara dia pulang ke Maninjau dan tak
sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai meragukan dia mampu
lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang tidak dia miliki, yaitu
ijazah SMA! Karena terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak
rintangan berat tersebut. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah
menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif pun hampir menyerah, tapi dia
teringat oleh mantra dari PM ´man shabara zhafiraµ. Siapa yang bersabar akan
beruntung.
Pengumuman UMPTN pun tiba, Alif
diterima di HI-UNPAD, walaupun tidak sesuai dengan pilihannya yaitu ITB, tetapi
Alif tetap menerimanya. Dibekali sepatu hitam oleh ayahnya Alif berangkat ke
Bandung untuk memulai kuliah. Berbagai tantangan dia hadapi selama kuliah di
UNPAD, mulai dari keinginan menjadi seorang penulis dengan berguru ke seorang
senior bernama Bang Togar yang mendidiknya dengan keras hingga artikel Alif
dimuat di media lokal Bandung. Namun malang tidak dapat ditolak, baru beberapa
bulan Alif kuliah, ayahnya meninggal. Kehilangan sosok ayah yang menjadi tulang
punggung keluarga membuatnya goyah, siapa yang membiayai sekolah adik-adiknya?
Alif hampir putus asa, tapi sosok seorang Ibu menyemangatinya sehingga dia
melanjutkan kembali kuliahnya.
Dalam perjalanan kuliahnya, Alif
mencoba mengikuti tes pertukaran pelajar ke Amerika, bermodalkan niat dan
tekad, Alif pun berhasil lolos dengan berbagai pertimbangan yang diberikan oleh
panitia. Kanada! Ya itu tempat yang akan Alif tuju, impiannya untuk
menginjakkan kaki di Amerika akhirnya tercapai. Raisa yang merupakan perempuan
yang Alif sukai lolos seleksi pertukaran pelajar. Alif menambah banyak teman,
dari rombongan pertukaran pelajar tersebut.
Di sebuah kota kecil di Kanda
Alif tinggal, dia tinggal dengan homestay parent yang bernama Franco Pepin.
Banyak pengalaman yang Alif dapatkan saat di Kanada, mulai canda, tawa, cinta,
sedih campur menjadi satu hingga Alif mendengarkan pernyataan dari Raisa secara
tidak sengaja yang menyatakan bahwa dia tidak ingin pacaran, tapi dia ingin
langsung ke jenjang pernikahan. Hal ini menyebabkan Alif mengurungkan niatnya
untuk menyatakan perasaannya, dia menyimpan surat itu hingga suatu hari nanti.
Setahun berlalu, Alif dan
rombongan pertukaran pelajar kembali ke Indonesia. Beberapa tahun kemudian,
Alif lulus, tapi di hari kelulusan itu, saat dia ingin menyerahkan surat
tersebut ke Raisa, hal yang tidak disangka terjadi, Raisa telah bertunangan
dengan Randai, kawan karibnya! Dengan perasaan yang campur aduk dia berusaha
mencoba untuk menerimanya. Setelah 10 tahun, Alif menepati janjinya ke Franco
Peppin untuk mengunjungi dia kembali di Kanada dengan seorang istrinya. Di
puncak bukit kota itu dia menatap terbitnya matahari dengan istrinya, dia
bernostalgia dengan perjuangannya yang keras dia bisa menjadi besar seperti
ini, berkat 2 mantra dari Pondok Madani ´man jadda wa jaddaµ dan ´man shabara
zhafira.µ
NOVEL LASKAR PELANGI (2005)
Diangkat
dari kisah nyata yang dialami oleh penulisnya sendiri, buku “Laskar Pelangi”
menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu
yang sangat miskin Belitung. Anak orang-orang ‘kecil’ yang mencoba memperbaiki
masa depan mereka.
SD Muhammadiyah (sekolah penulis ini), tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga, sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia.
Belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris.
Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Banyak hal-hal inspiratif yang dimunculkan buku ini. Buku ini memberikan contoh dan membesarkan hati. Buku ini memperlihatkan bahwa di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan, keterbatasan bukanlah kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu memiliki definisi dan dimensi yang sangat luas. Paling tidak laskar pelangi dan sekolah miskin Muhamaddiyah menunjukkan bahwa pendidikan yang hebat sama sekali tak berhubungan dengan fasilitas. Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu kita bahwa bahwa guru benar-benar seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
SD Muhammadiyah (sekolah penulis ini), tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga, sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia.
Belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris.
Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Banyak hal-hal inspiratif yang dimunculkan buku ini. Buku ini memberikan contoh dan membesarkan hati. Buku ini memperlihatkan bahwa di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan, keterbatasan bukanlah kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu memiliki definisi dan dimensi yang sangat luas. Paling tidak laskar pelangi dan sekolah miskin Muhamaddiyah menunjukkan bahwa pendidikan yang hebat sama sekali tak berhubungan dengan fasilitas. Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu kita bahwa bahwa guru benar-benar seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata (2006)
Novel ini adalah novel kedua
dari tetralogi Laskar pelangi karya Andrea Hirata. Sang Pemimpi adalah
sebuah kisah kehidupan yang mempesona yang akan membuat pembacanya percaya akan
tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan pengorbanan, selin itu juga
memperkuat kepercayaan kepada Tuhan. Andrea berkelana menerobos sudut-sudut
pemikiran di mana pembaca akan menemukan pandangan yang berbeda tentang nasib,
tantangan intelektualitas, dan kegembiraan yang meluap-luap, sekaligus
kesedihan yang mengharu biru. Selayaknya kenakalan remaja biasa, tetapi
kemudian tanpa disadari kisah dan karakter-karakter dalam buku ini lambat laun
menguasai, potret-potret kecil yang menawan akan menghentakkan pembaca pada
rasa humor yang halus namun memiliki efek filosofis yang meresonansi.
Tiga orang pemimpi. Setelah
tamat SMP, melanjutkan ke SMA Bukan Main, di sinilah perjuangan dan mimpi
ketiga pemberani ini dimulai. Ikal salah satu dari anggota Laskar Pelangi dan
Arai yang merupakan saudara sepupu Ikal yang sudah yatim piatu sejak SD dan
tinggal di rumah Ikal, sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Ayah dan Ibu
Ikal, dan Jimbron, anak angkat seorang pendeta karena yatim piatu juga sejak
kecil. Namun, pendeta yang sangat baik dan tidak memaksakan keyakinan Jimbron,
malah mengantarkan Jimbron menjadi muslim yang taat.
Arai dan Ikal begitu pintar di
sekolahnya, sedangkan Jimbron, si penggemar kuda ini biasa-biasa saja. Malah
menduduki rangking 78 dari 160 siswa. Sedangkan Ikal dan Arai selalu menjadi
lima dan tiga besar. Mimpi mereka sangat tinggi, karena bagi Arai, orang susah
seperti mereka tidak akan berguna tanpa mimpi-mimpi. Mereka berdua mempunyai
mimpi yang tinggi yaitu melanjutkan belajar ke Sorbonne Perancis. Mereka
terpukau dengan cerita Pak Balia, kepala sekolahnya, yang selalu meyebut-nyebut
indahnya kota itu. Kerja keras menjadi kuli ngambat mulai pukul dua pagi sampai
jam tujuh dan dilanjutkan dengan sekolah, itulah perjuangan ketiga pemuda itu.
Mati-matian menabung demi mewujudkan impiannya. Meskipun kalau dilogika,
tabungan mereka tidak akan cukup untuk sampi ke sana. Tapi jiwa optimisme Arai
tak terbantahkan.
Selesai SMA, Arai dan Ikal
merantau ke Jawa, Bogor tepatnya. Sedangkan Jimbron lebih memilih untuk menjadi
pekerja ternak kuda di Belitong. Jimbron menghadiahkan kedua celengan kudanya
yang berisi tabungannya selama ini kepada Ikal dan Arai. Dia yakin kalau Arai
dan Ikal sampai di Perancis, maka jiwa Jimbron pun akan selalu bersama mereka.
Berbula-bulan terkatung-katung di Bogor, mencari pekerjaan untuk bertahan hidup
susahnya minta ampun. Akhirnya setelah banyak pekerjaan tidak bersahabat
ditempuh, Ikal diterima menjadi tukang sortir (tukang Pos), dan Arai memutuskan
untuk merantau ke Kalimantan. Tahun berikutnya, Ikal memutuskan untuk kuliah di
Ekonomi UI. Dan setelah lulus, ada lowongan untuk mendapatkan beasiswa S2 ke
Eropa. Beribu-ribu pesaing berhasil ia singkirkan dan akhrinya sampailah pada
pertandingan untuk memperebutkan 15 besar.
Saat wawancara tiba, tidak
disangka, profesor pengujinya begitu terpukau dengan proposal riset yang
diajukan Ikal, meskipun hanya berlatar belakang sarjana Ekonomi yang masih
bekerja sebagai tukang sortir, tulisannya begitu hebat. Akhirnya setelah
wawancara selesai, siapa yang menyangka, kejutan yang luar biasa. Arai pun ikut
dalam wawancara itu. Bertahun-tahun tanpa kabar berita, akhirnya mereka berdua
dipertemukan dalam suatu forum yang begitu indah dan terhormat. Begitulah Arai,
selalu penuh dengan kejutan. Semua ini sudah direncanaknnya bertahun-tahun.
Ternyata dia kuliah di Universitas Mulawarman dan mengambil jurusan Biologi.
Tidak kalah dengan Ikal, proposal risetnya juga begitu luar biasa dan berbakat
untuk menghasilkan teori baru.
Akhirnya sampai juga mereka
pulang kampung ke Belitong. Ketika ada surat datang, mereka berdebar-debar
membuka isinya. Pengumuman penerima Beasiswa ke Eropa. Arai begitu sedih karena
dia sangat merindukan kedua orang tuanya. Arai sangat ingin membuka kabar itu
bersama orang yang sangat dia rindukan. Kegelisahan dimulai. Baik Arai maupun
Ikal, keduanya tidak kuasa mengetahui isi dari surat itu. Setelah dibuka,
hasilnya adalah Ikal diterima di Perguruan tinggi Sorbone, Prancis. Setelah
perlahan mencocokkan dengan surat Arai, inilah jawaban dari mimpi-mimpi mereka.
Kedua sang pemimpi ini diterima di Universitas yang sama. Tapi ini bukan akhir
dari segalanya. Di sinilah perjuangan dari mimpi itu dimulai, dan siap
melahirkan anak-anak mimpi berikutnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah
perkembangan didunia ini dimulai dari dunia barat. Drama sekarang adalah drama
yang melanjutkan kejayaan tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah
dimulai pada zaman Yunani Kuno.